Wisata Dieng Plateau
Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 mdpl. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.
Nama Dieng berasal dari gabungan dua kata Bahasa Kawi: "di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Teori lain menyatakan, nama Dieng berasal dari bahasa Sunda ("di hyang") karena diperkirakan pada masa pra-Medang (sekitar abad ke-7 Masehi) daerah itu berada dalam pengaruh politik Kerajaan Galuh.
Dataran tinggi Dieng lebih dikenal dengan nama Dieng Plateau adalah dataran dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, seperti Yellowstone ataupun Dataran Tinggi Tengger. Sesungguhnya ia adalah kaldera dengan gunung-gunung di sekitarnya sebagai tepinya. Terdapat banyak kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya. Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti dengan adanya bencana letusan gas Kawah Sinila 1979. Tidak hanya gas beracun, tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor dan banjir.
Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Secara biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena ditemukan di air-air panas di dekat kawah beberapa spesies bakteri termofilik ("suka panas") yang dapat dipakai untuk menyingkap kehidupan awal di bumi.
Kawasan Dieng masih aktif secara geologi dan banyak memiliki sumber-sumber energi hidrotermal. Ada tiga lapangan hidrotermal utama, yaitu Pakuwaja, Sileri, dan Sikidang. Di ketiganya terdapat fumarola (kawah uap) aktif, kolam lumpur, dan lapangan uap. Mata air panas ditemukan, misalnya, di Bitingan, Siglagah, Pulosari, dan Jojogan, dengan suhu rata-rata mulai dari 25°C (Jojogan) sampai 58°C (Siglagah). Kawasan Sikidang telah mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi hidrotermal.
Obyek Wisata Dieng Plateau terletak di 2 wilayah Kabupaten, yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Dieng Plateau tak hanya menyuguhkan sebuah pemandangan alam yang eksotik, tetapi juga menyimpan misteri peradaban sejak ratusan tahun silam. Bahkan diduga Dieng Plateau merupakan mata air peradaban bangsa Indonesia. Peninggalan sejarah berupa candi, menjadi bukti bahwa di tempat itu pernah berkembang sebuah peradaban yang sangat tinggi.
Wisata Dieng Plateau akan menyuguhkan sebuah pengalaman menarik karena Dieng Plateau menyimpan segudang potensi wisata yang tidak ada duanya di Indonesia. Potensi wisata alam di daerah pegunungan yang dipadukan dengan wisata budaya, sejarah, serta mistik. Selain obyek wisata alamnya yang beragam, di kawasan Dieng juga telah tersedia berbagai sarana wisata yang bisa manfaatkan sebagai wisata pendidikan, seperti: Dieng Plateau Theater, Museum Kailasa Dieng, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pos Pengamatan Gunung Api, Industri pengolahan buah Carica (buah khas Dieng Plateau), Pabrik penyulingan air mineral pertama di Indonesia (AQUA) dan Pabrik teh Tambi sebagai icon agrowisata Wonosobo.
Belum habis membicarakan potensi wisata Dieng Plateau, pemandian air panas bisa Anda manfaatkan untuk menghangatkan tubuh. Tak kalah menariknya, anak-anak Dieng yang berambut gembel merupakan fenomena sosial sekaligus mistis yang akan meninggalkan rasa penasaran. Satu lagi primadona baru wisata Dieng Plateau, Golden Sunrise – Silversunrise, sebuah fenomena alam yang tidak akan pernah Anda temukan selain di Dieng Plateau.
Hanya Dieng Plateau yang memadukan berbagai potensi wisata dalam satu wilayah. One stop travel! Dalam paket wisata Wieng Plateau. Tak salah jika di tempat yang di juluki sebagai bumi kahyangan atau negeri di atas awan serta daerah yang menyimpan 1001 keindahan ini, dipilih sebagai tempat rekreasi favorit untuk Anda, sekaligus sebagai tempat wisata yang menantang bagi para peneliti dan petualang, karena hanya ada satu Bumi Dihyang.
Rencanakan perjalanan wisata Anda ke Dieng Plateau. Kepuasan dan pengalaman yang tak akan pernah Anda dapatkan di tempat manapun!
Di tempat ini terdapat dua Telaga yang saling berdekatan, yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang airnya bersih,bening dan berkilau seperti cermin. Dinamakan telaga Warna, karena permukaan airnya dapat berubah warna, mengikuti cahaya matahari , kadang Telaga ini berwarna biru,hijau, bahkan kadang berubah warna menjadi kekuning-kuningan. Paket wisata Dieng Plateau menyimpan pesona beberapa telaga lain selain Telaga Warna dan Telaga Pengilon yaitu Telaga Balekambang, Telaga Merdada, Telaga Cebong, Telaga Sumurup, Telaga Dringo, telaga Sewiwi dan Telaga Menjer.
Berada diketinggian lebih dari 2000 meter dpl menjadikan telaga warna terasa cukup dingin walaupun matahari tampak cerah bersinar. Yang menjadikannya berbeda dengan telaga lainnya yaitu warna air dari telaga yang sangat cantik. Kadang warna air di telaga ini dapat berwarna hijua, biru, kuning bahkan ungu.
Untuk mencapai lokasi ini kami membutuhkan waktu berjalan kaki selama 20 menit. Sebenarnya lokasi loket masih berada 50 meter dari lokasi masuk. Tetapi wisatawan sering memasuki kawasan ini melalui pintu belakang yang aksesnya lebih dekat menuju telaga.
Walaupun perjalanan ditemani oleh jajaran pohon pinus yang cukup rimbun, tapi Anda sudah dapat mengintip keelokan telaga itu dari jauh. Semakin mendekati telaga bau belerang mulai tercium. Ternyata memang terdapat sebuah bukit yang mengandung belerang didalamnya.
Menurut warga sekitar berbagai warna yang muncul di telaga ini konon diakibatkan oleh jatuhnya batu perhiasan seorang bangsawan ke dalam telaga. Akibatnya warna air di telaga ini menjadi beraneka ragam. Akan tetapi secara ilmiah warna-warna yang tampak dari telaga ini diakibatkan oleh adanya kandungan batu belerang di dalamnya. Ketika terkena matahari maka warna ini akan dibiaskan dan ditangkap oleh mata menjadi warna-warna seperti biru, hijau, kuning, hingga ungu.
Semakin mendekat Anda akan semakin takjub dengan warna air telaga yang begitu cantik. Pada saat itu air telaga berwarna biru, hijau toska, dan kuning keemasan. Dengan dikelilingi pegunungan yang hijau semakin mempercantik pemandangan di sekitar telaga warna ini. Menurut penjaga pintu untuk memperoleh view yang baik dapat dilihat dengan menaiki bukit yang berada di sebelah kiri.
Ketika kaki ini melangkah, maju kedepan. Melihat Sumur Jalatunda dari kedekatan. Rasa kagum itu mulai menyelubungi, sebuah diameter besar dan air hijau di dalam sumur. Memang benar ini adalah sumur raksasa yang pernah ada.
Bayang bayang penasaran mengebu gebu, akan sebuah mitos melempar batu di Sumur Jalatunda. Mewujudkan impian dan menggapai angan yang dalam. Tetapi setelah batu terlempar tak kunjung sampai pada sebuah tujuan. Ini adalah pembatasan dalam sudut pandang yang nyata, melawan hasrat pada kenyataan tapi terhalang oleh ambisi itu sendiri.
SUMUR JALATUNDA, Sumur Raksasa Diatas Nirwana sebuah sajian langka, di dalamnya terdapat legenda legenda juga mitos mitos ajaib di pegunungan Dieng.
Konon Sumur Jalatunda memiliki kaitan erat dengan asal mula terjadinya candi Prambanan.
Alkisah pada zaman dahulu kala di Jawa Tengah terdapat dua kerajaan yang bertetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging adalah kerajaan yang subur dan makmur, dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana bernama Prabu Damar Maya. Prabu Damar Maya memiliki putra bernama Raden Bandung Bandawasa, seorang ksatria yang gagah perkasa dan sakti. Sedangkan kerajaan Baka dipimpin oleh raja denawa (raksasa) pemakan manusia yang kejam bernama Prabu Baka. Dalam memerintah kerajaannya, Prabu Baka dibantu oleh seorang Patih bernama Patih Gupala yang juga adalah raksasa. Akan tetapi meskipun berasal dari bangsa raksasa, Prabu Baka memiliki putri yang sangat cantik jelita bernama Rara Jonggrang. Prabu Baka berhasrat memperluas kerajaannya dan merebut kerajaan Pengging, karena itu bersama Patih Gupala mereka melatih balatentara dan menarik pajak dari rakyat untuk membiayai perang. Setelah persiapan matang, Prabu Baka beserta balatentaranya menyerbu kerajaan Pengging. Pertempuran hebat meletus di kerajaan Pengging antara tentara kerajaan Baka dan tentara kerajaan Pengging. Banyak korban jatuh dari kedua belah pihak. Akibat pertempuran ini rakyat Pengging menderita kelaparan, kehilangan harta benda, banyak diantara mereka yang tewas. Demi mengalahkan para penyerang, Prabu Damar Moyo mengirimkan putranya, Pangeran Bandung Bondowoso untuk bertempur melawan Prabu Baka. Pertempuran antara keduanya begitu hebat, dan berkat kesaktiannya Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka. Ketika Patih Gupolo mendengar kabar kematian junjungannya, ia segera melarikan diri mundur kembali ke kerajaan Baka.
Pangeran Bandung Bondowoso mengejar Patih Gupolo hingga kembali ke kerajaan Baka. Ketika Patih Gupolo tiba di Keraton Baka, ia segera melaporkan kabar kematian Prabu Baka kepada Putri Rara Jongrang. Mendengar kabar duka ini sang putri bersedih dan meratapi kematian ayahandanya. Setelah kerajaan Baka jatuh ke tangan balatentara Pengging, Pangeran Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam Keraton (istana) Baka. Ketika pertama kali melihat Putri Rara Jonggrang, seketika Bandung Bondowoso terpikat, terpesona kecantikan sang putri yang luar biasa. Saat itu juga Bandung Bondowoso jatuh cinta dan melamar Rara Jonggrang untuk menjadi istrinya. Akan tetapi sang putri menolak lamaran itu, tentu saja karena ia tidak mau menikahi pembunuh ayahandanya dan penjajah negaranya. Bandung Bondowoso terus membujuk dan memaksa agar sang putri bersedia dipersunting. Akhirnya Rara Jonggrang bersedia dinikahi oleh Bandung Bondowoso, tetapi sebelumnya ia mengajukan dua syarat yang mustahil untuk dikabulkan. Syarat pertama adalah ia meminta dibuatkan sumur yang dinamakan SUMUR JALATUNDA, syarat kedua adalah sang putri minta Bandung Bondowoso untuk membangun seribu candi untuknya.
Satu dari beberapa gunung yang mengelilingi dataran tinggi Dieng adalah gunung Sikunir yang memiliki ketinggian 2.350 M dpl. Tempat ini selalu menjadi prioritas utama bagi wisatawan mancanegara setelah komplek candi Arjuna, telaga warna dan kawah Sikidang.
Nama Gunung Sikunir mungkin belum sepopuler Gunung Merapi di Yogyakarta atau Gunung Bromo di Tengger. Satu dari sekian banyak gunung yang mengelilingi Dieng Plateau ini memiliki ketinggian 2350 meter dpl. Ada dua cara untuk mencapai puncak Sikunir yang berjarak 8 km dari Dataran Tinggi Dieng. Pilihan pertama adalah trekking dimana kita harus mulai pada jam 3 dini hari. Kondisi fisik dan berbagai perlengkapan lain harus benar-benar dipersiapkan bila memilih cara trekking ini. Berjalan kaki sambil menghirup udara segar dan menikmati langit cerah bertabur ribuan bintang terdengar cukup menarik dan menantang. Pilihan kedua adalah naik motor, baik motor sewaan ataupun menggunakan jasa ojek hingga ke desa Sembungan dan dilanjutkan dengan mendaki sejauh 800 meter. Bila tidak mau repot, anda bisa mengikuti paket-paket wisata yang tersedia.
Dari Desa Sembungan yang berada di ketinggian 2302 meter dpl, perjalanan dilanjutkan dengan mendaki jalan setapak licin yang diapit jurang dan hutan. Udara terasa sangat dingin, bahkan lebih dingin dari winter di Orange County California. Suhu udara di Orange County tidak pernah lebih dingin dari 4 derajat Celcius. Kecuali suhu di daerah pegunungan seperti Big Bear yang selalu diselimuti salju saat winter tentunya. Saat mendaki Sikunir, winter jacket dan sarung tangan terasa belum cukup untuk melindungi tubuh dari dinginnya angin yang menggigit. Ditambah lagi dengan jalan mendaki yang serasa tak kunjung sampai. Nafas mulai tersengal dan jantung serasa hendak berhenti berdetak.
Ketika sudah hampir putus asa, jalan tiba-tiba melandai. Wah, akhirnya berhasil juga sampai ke puncak. Pemandangan yang terhampar di depan sungguh sangat menakjubkan. Lembah yang masih gelap nun jauh di bawah sana nampak berkelap-kelip dengan lampu-lampu yang menyala di desa-desa kecil yang tersebar diantaranya. Gunung Sindoro berdiri kokoh di depan mata. Hamparan awan dan kabut di bawah memberikan kesan bahwa Anda benar-benar berada di negeri di atas awan. Bentangan langit cerah dengan ribuan bintang semakin menambah keindahan suasana. Bila cuaca cerah, dari puncak Sikunir ini akan terlihat Gunung Sindoro, Sumbing, Merbabu, Merapi dan Ungaran. Anda akan merasa seperti seorang dewa, berada di istananya yang tinggi menanti bangunnya sang mentari. Semburat jingga mulai terlihat di ufuk timur, menampilkan keindahan siluet Sindoro yang disusul dengan bayangan Gunung Merbabu, Sumbing, Ungaran, dan Merapi yang nampak mungil dengan kepulan asap tipisnya. Penat kaki akibat mendaki dan sakitnya dada yang tersengal-sengal langsung sirna.
Di tempat ini anda bisa menyaksikan matahari terbit yang terkenal dengan sebutan “Golden Sunrise”. Menyaksikan matahari terbit sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Namun berbeda dengan menanti bangunnya sang surya dari atas gunung Sikunir. Pemandangan yang terhampar di depan mata benar-benar sangat indah dan menakjubkan. Hamparan awan dan kabut yang sejajar dengan pijakan kaki kita, memberikan kesan bahwa seolah-olah kita benar-benar sedang berada di Negeri atas awan. Bentangan langit yang cerah dengan latar belakang gunung Sindoro dan Sumbing, serta pemukiman dengan rumah penduduk dan kelap-kelip lampu-lampu yang masih menyala nun jauh disana, semakin menambah indahnya suasana.
Bangunan berbentuk Candi yang masih tampak berdiri kokoh di Dataran Tinggi Dieng ini merupakan saksi bisu,bahwa disini pernah hadir komunitas sosial pemeluk Agama Hindu. Komplek candi arjuna merupakan candi hindu tertua di Jawa. Candi ini diperkirakan sudah mulai didirikan pada abad ke-8 M di zaman keemasan Dinasti Kalingga dan selesai pembangunannya pada abad ke-13 di zaman Wangsa Syailendra. Komplek Candi Arjuna terdiri dari dua deret candi yang saling berhadapan, deret sebelah timur secara berturut-turut adalah Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Sedangkan deret sebelah barat hanya tersisa 1 buah candi yaitu Candi Semar.Tidak jauh dari komplek ini juga terdapat Candi-Candi lain yaitu Candi Setyaki, Candi Gatut Kaca, Candi Bima dan Candi Dwarawati.
Kawah Sikidang memberikan nuansa lain pada wisata Dieng Plateau. Pemandangan alam segar berwarna hijau mendadak lenyap begitu memasuki kompleks kawah ini. Sejauh mata memandang, hanya hamparan tanah tandus dikelilingi perbukitan dengan kolam yang terus menerus mengepulkan asap nun jauh di ujung sana. Beberapa meter dari pintu masuk terdapat sebuah papan peringatan agar Anda berhati-hati dalam melangkah, serta larangan menyalakan api dan membuang puntung rokok.
Berjalan di kawah ini memang tidak boleh sembarangan. Witasawan pun harus melompat-lompat dan mencari tanah yang kering untuk menjejakkan kaki. Lubang-lubang bekas kawah terdapat dimana-mana. Di beberapa tempat terlihat tanah basah dengan air yang bergolak mendidih. Tanah-tanah ini berbahaya bila dipijak karena sangat rapuh dan mudah longsor. Bau belerang terasa sangat menyengat. Semakin jauh berjalan, baunya terasa semakin kuat dan menusuk hidung. Seorang wanita setengah baya berdiri di tengah padang tandus itu dengan mengenakan caping dan penutup hidung. Sebuah karung terhampar dengan bongkahan-bongkahan belerang ditata rapi diatasnya. Batu-batu itu dijual kepada para pengunjung sebagai souvenir khas Kawah Sikidang. Kawah ini memang masih menjadi surga bagi para penduduk yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan menambang batu belerang. Meskipun baunya sangat menyengat, namun uap yang mengandung belerang ini dipercaya berkhasiat untuk menghaluskan kulit dan menghilangkan jerawat.
Hampir di ujung kompleks ini, Kawah Sikidang bertahta. Sebuah kolam besar dengan air bercampur lumpur berwarna abu-abu yang terus menggelegak. Ujung kolam tidak terlihat karena pekatnya asap putih yang mengepul. Konon air dan lumpur ini memiliki suhu 98 derajat celcius, dan bahkan mungkin lebih. Pagar bambu dibangun mengelilingi kawah demi keselamatan para pengunjung. Namun demikian masih saja ada yang melanggar batas aman ini. Dulu ada seorang pengunjung yang nekat mengambil gambar dari bibir kawah terperosok kakinya dan jatuh. Ketika diangkat, kulit kakinya sudah meleleh dan tinggal tulang saja. Obyek wisata ini memang unik dan menarik, namun Anda harus selalu waspada mengingat kawah ini masih tergolong aktif.
Kawah Sikidang memiliki dapur magma di dalam perut bumi di bawahnya. Dapur magma ini menghasilkan panas dan energi dengan tekanan yang sangat kuat. Apabila tekanan ini mencapai puncaknya, maka akan terjadi letusan dan terbentuk sebuah kawah baru. Nama Sikidang diambil dari kata “kidang” yang berarti kijang. Keunikan kawah ini adalah kawah utamanya yang selalu berpindah, seolah meloncat mencari tempat baru. Lubang besar tepat di bagian depan kompleks adalah bekas kawah utama sebelum dia merasa "bosan" dan meloncat berpindah ke tempat lain. Bila beruntung Anda juga bisa menyaksikan beberapa orang penambang belerang yang sibuk mencari bongkahan-bongkahan belerang untuk dijual ke kota. Bila Anda adalah petualang yang ingin merasakan berdiri di atas periuk magma bumi, Kawah Sikidang adalah tempatnya. Namun ingat, hati-hati dalam melangkah dan jangan menyalakan api. Semoga beruntung...
Bagi masyarakat arti dari nama Candradimuka di ambil dari kata yaitu Candra : Bulan dan Muka : Wajah . Di area Kawah Candradimuka tersebut bagi siapa saja yang berkunjung ke kawah itu dapat melihat kepundan dari jarak yang paling dekat bibir kawah .
Kawah yang terbentuk dari aktifitas Gunung Api Pager Kandang ini mengeluarkan gas Solfatara dari rekahan tanah di sekitarnya dan merupakan kawah terunik sekaligus aman untuk di kunjungi.
Disamping bencana yang ditimbulkan, Kawah Sileri memiliki energi yang besar berupa tenaga panas bumi atau geotermal yang digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
27 September 2009 pukul 00:00:17 WIB, hasil pengukuran suhu telemetri dari sensor TLR di Kawah Sileri terukur 70°C.
27 September 2009 pukul 10:00 WIB, temperatur solfatara di Kawah Sileri yang diukur menunjukan 70°C.
Kawah Sileri, satu dari beberapa obyek wisata Dieng Plateau dengan fasilitas dalam kondisi yang cukup memperihatinkan. Kawah vulkanik yang terletak di Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ini memiliki akses jalan yang kurang terawat, banyak lubang di sepanjang jalan dari gapura masuk sampai ke lokasi. Fasilitas parkir kendaraan pun juga tidak memadai, kendaraan hanya diparkirkan di pinggir jalan begitu saja tanpa ada yang mengawasi. Ada perasaan was-was memang mengingat tempat parkir yang terletak di tepi jalan, lalu pengunjung harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuruni bukit sekitar 300 meter. Kendaraan tidak akan terlihat jika kita sudah mencapai area bibir kawah. Demi menjaga keamanan lebih baik mengunci kendaraan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Sepanjang perjalanan menuruni perbukitan menuju kawah, kita akan disuguhi pemandangan yang sedikit kurang mengenakkan. Pemandangan kamar mandi umum dalam kondisi rusak dengan "limbah" berwarna kekuningan yang berserakan di dekat pembuangan air. Entah limbah apa itu, saya sendiri kurang mengetahuinya. Tidak jauh dari kawah terdapat bangunan seperti pendopo yang digunakan sebagai gardu pandang untuk melihat pemandangan kawah. Bangunan ini juga tampak tidak terurus, genting-genting sudah beterbangan entah ke mana. Di sebelah gardu pandang tersebut terdapat sebuah papan peringatan agar pengunjung tetap waspada dan menjaga jarak dengan kawah. Oh iya, karena di sekitar kawah sering disinggahi oleh hewan ternak yang sedang mencari makan, maka hati-hati dengan "ranjau darat" yang bertebaran di rerumputan.
Walaupun masih minim dengan fasilitas pendukung, Kawah Sileri ini tetap menjadi alternatif obyek wisata yang wajib dikunjungi di Dataran Tinggi Dieng. Jalan setapak dari parkiran hingga bibir kawah sudah dibangun dengan baik. Pemandangan yang disuguhkan oleh kawah ini tak kalah cantik dengan pemandangan obyek wisata lain di Dieng. Hamparan kawah seluas kurang lebih dua hektar ini selalu tertutup oleh kepulan asap berwarna putih dengan bau belerang yang khas seolah tak pernah berhenti menyelimuti permukaan kawah. Pemberian nama Sileri sendiri konon diambil dari air kawah yang berwarna putih keabuan yang mirip dengan air leri (air dari cucian beras), sehingga akhirnya kawah tersebut diberi nama Kawah Sileri. Aliran air dari Kawah Sileri ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan perkebunan milik penduduk yang berada di sekitar kawah.
Di balik minimnya fasilitas yang ada, Kawah Sileri menyuguhan pemandangan alam yang menawan. Hamparan perbukitan hijau dengan pohon-pohon yang tumbuh subur serta hamparan perkebunan warga yang mengelilingi kawah akan memanjakan mata. Kondisi vegetasi di sekitar Kawah Sileri terlihat kontras memang jika dibandingkan dengan kondisi di sekitar Kawah Sikidang yang terlihat gersang. Di sekitar Kawah Sileri ini rerumputan dan pepohonan justru dapat tumbuh dengan subur. Di balik pesonanya, Kawah Sileri merupakan kawah paling berbahaya di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Pengunjung hanya diperbolehkan mengunjungi kawah ini maksimal sampai dengan pukul lima sore. Walaupun sudah diperingatkan, hal yang paling penting adalah kewaspadaan si pengunjung itu sendiri demi keselamatan diri.
Jika dilihat dari sisi yang berbeda, kesan tak terurus obyek wisata Kawah Sileri ini dapat menimbulkan kesan alami nan "liar". Akan lebih baik jika pemerintah beserta pihak-pihak terkait memperbaiki fasilitas di obyek wisata Kawah Sileri ini guna memberikan kenyamanan kepada wisatawan dan juga dapat meningkatkan jumlah kunjungan. Dalam sebuah manajemen pariwisata memang diperlukan sinergi hubungan antara pemerintah, masyarakat, serta wisatawan itu sendiri untuk menjaga fasilitas yang ada di obyek wisata.
Letusan yang terjadi di Kawah Sibanteng terjadi akibat hujan deras yang kerap turun. letusan kawah Sibanteng terjadi sebanyak dua kali, yakni pada pukul 08.00 dan 08.30. Letusan itu termasuk jenis freatik bukan vulkanik. Diameter kawah yang semula kecil, yakni sekitar 1-2 meter, bertambah luas menjadi 50 meter.
Pada tahun 2003 bertepat di bulan Juli, kawah Sibanteng juga mengalami letusan yang sama. Hingga kini keberadaan Kawah Sibanteng dinyatakan Aktif.
SPIRITUAL DIENG
Dieng, Kerajaannya para Dewata
Sumber : (http://www.tabloidpamor.com/berita-91-dieng-kerajaannya-para-dewata.html)
Diposting oleh : Suparjo
Dieng, yang berarti Edi tur Aengsi (tempat yang indah). Apalagi kalau dilihat dari puncak gunung, pemandangan dari sana terlihat sangat indah. Dieng juga berarti tempat para dewa. Menurut Ki Rusmanto(58), kuncen Pertapan Mandala Sari, yang di nobatkan oleh Eyang Begawan Sampurno Jati. Dieng adalah tempat bersemayamnya para dewa, dan sampai sekarang pun masih bersemayam disini. "Saya yakin bahwa para dewa masih bersemayam disini, pertapan ini adalah keratonnya para dewa," kata Ki Rusmanto. Keberadaan keramat-keramat di Gunung Dieng, memiliki kaitan erat dengan kekuasaan gaib Segoro Kidul. "Ibu Ratu Segoro Kidul memberikan Amanat pada para leluhur yang ditugaskan di Gunung Dieng," lanjutnya.
Perjalanan spiritual di keramat-keramat Gunung Dieng mengandung makna kehidupan, pelajaran-pelajaran hidup tersirat di dalamnya, tinggal bagaimana kita yang memaknai. Keramat-keramat di Gunung Dieng memiliki nilai pendidikan spiritual. Semua keramat di Gunung Dieng mengandung pendidikan spiritual, dimulai dari Bima Lukar yang merupakan sumber mata air Sungai Serayu, disini harus mandi jamas yang bertujuan untuk mengeluarkan "bronjong kamurkan" atau angkara murka. Membersihkan jiwa dan raga, ini dilakukan sebelum masuk ke Pertapan Mandala Sari.
Telaga Warna, yang melambangkan nafsu yaitu empat nafsu kalau orang Jawa menyebutnya sedulur papat, (amarah, aluamah, supiah dan mutmainah). Kelima pancer yang dianut dari empat saudara itu. Sehingga sedulur papat harus menyatu atau manunggal, jangan sampai pisah apalagi jalan sendiri-sendiri.
Lalu ada Gua Jaran, Jaran itu nafsu, jadi nafsu keempat tadi harus dikendalikan kearah yang putih. Ditempat itu jumeneng Eyang Resi Kendali Seto atau yang mengendalikan nafsu.
Telaga pengilon (cermin), manusia harus berkaca, introspeksi diri, jangan suka menyalahkan orang lain. Apakah kita sudah benar atau tidak? Kalau kita sudah benar pun juga tidak boleh mengatakan benar. Membenarkan diri adalah prilaku yang kurang baik.
Setelah itu baru bisa masuk ke Gua Semar, Gua berarti ghugu marang pitulungku, Semar ojo samar wong urip ono sing nguripi. Gusti Inkang Maha Suci Sumarah Purbange Sang Murbeng dzat, olo becik dadi sandangane alam mboten saget dirubah. Baik dan buruk adalah kelengkapan alam, tidak bisa dirubah tetapi tinggal bagaimana mengendalikannya. Jadi yang nafsu jelek itu bisa dikendalikan atau tidak.
Kemudian gua Sumur, disitu ada banyu panguripan (tirto kamandanu) bagi orang yang percaya pada warisan leluhur, air itu bisa bermanfaat untuk pengobatan, penglaris, dll," kata Ki Rusmanto.
Kawah Sikidang, kidang (rusa) itu jalannya lompat-lompat dan makannya pupus daun, memiliki magna bahwa cita-cita atau keinginan boleh setinggi langit tapi "Sumarah purbaning gusti, mupus panduming gusti" berserah pada Tuhan, karena semua kuasanya Gusti Alloh.
Makanya harus masuk Kawah Sileri yang magnanya, orang hidup tidak boleh melanggar wewelering (aturan) urip yang empat perkara. Melanggar wewelering rumah tangga. Melanggar wewelering masyarakat. Melanggar wewelering negara. Melanggar wewelering Gusti Inkang Maha Suci, Alloh SWT.
Setelah itu masuk Kawah Candradimuka, kalau semua di jalankan dengan baik, keinginan atau cita-cita ya jangan sampai di tunda-tunda. Condro iku wulan, muko iku ngarep yo ojo ditunda nganti wulan-wulan. Makanya ada Jala Tunda, keinginan yang baik jangan ditunda-tunda. "Apa yang diinginkan supaya cepat kesampaian dan tidak tertunda-tunda," kata Ki Rusmanto. Semua tatanan alam yang ada di Dieng mengandung nilai pendidikan spiritual yang harus dihayati semua umat berbudaya.
"Eyang Purbowaseso, yang menentukan diterima tidaknya permintaan ke para leluhur. Sebagai orang tua, harus memberikan wawasan untuk anak-anak supaya nanti dapat memahami dan mengetahui tatanan budaya Nusantara yang sebenarnya," pesannya. Sebab jaman akan berubah kembali lagi pada tatanan budaya. Nanti setelah tahun 2011, harus sudah berjalan tatanan budaya Nusantara, adat istiadat, budaya, warisan leluhur.
Bangsa Indonesia akan mengalami kejayaan apabila mau kembali pada tatanan budaya. Agama yang berbudaya itu tidak meninggalkan adat istiadat warisan leluhur. Silahkan beragama apapun yang disahkan oleh negara, tapi kebudayaan harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Perang gaib akan segera dimuali, kawulanya Ibu Ratu Kidul sudah mulai kerja, mengambil orang-orang jahat yang tidak kena jeratan hukum, dengan revolusi alam lewat karma pala. Setelah itu Indonesia akan mengalami kejayaan, Dunia akan berpaling ke Indonesia setelah Pancasila diamalkan oleh bangsa Indonesia secara murni dan konsekuen. Karena pancasila merupakan jatidiri bangsa warisan leluhur. //suparjo.
Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 mdpl. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.
Nama Dieng berasal dari gabungan dua kata Bahasa Kawi: "di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Teori lain menyatakan, nama Dieng berasal dari bahasa Sunda ("di hyang") karena diperkirakan pada masa pra-Medang (sekitar abad ke-7 Masehi) daerah itu berada dalam pengaruh politik Kerajaan Galuh.
Dataran tinggi Dieng lebih dikenal dengan nama Dieng Plateau adalah dataran dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, seperti Yellowstone ataupun Dataran Tinggi Tengger. Sesungguhnya ia adalah kaldera dengan gunung-gunung di sekitarnya sebagai tepinya. Terdapat banyak kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya. Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti dengan adanya bencana letusan gas Kawah Sinila 1979. Tidak hanya gas beracun, tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor dan banjir.
Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Secara biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena ditemukan di air-air panas di dekat kawah beberapa spesies bakteri termofilik ("suka panas") yang dapat dipakai untuk menyingkap kehidupan awal di bumi.
Kawasan Dieng masih aktif secara geologi dan banyak memiliki sumber-sumber energi hidrotermal. Ada tiga lapangan hidrotermal utama, yaitu Pakuwaja, Sileri, dan Sikidang. Di ketiganya terdapat fumarola (kawah uap) aktif, kolam lumpur, dan lapangan uap. Mata air panas ditemukan, misalnya, di Bitingan, Siglagah, Pulosari, dan Jojogan, dengan suhu rata-rata mulai dari 25°C (Jojogan) sampai 58°C (Siglagah). Kawasan Sikidang telah mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi hidrotermal.
Obyek Wisata Dieng Plateau terletak di 2 wilayah Kabupaten, yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Dieng Plateau tak hanya menyuguhkan sebuah pemandangan alam yang eksotik, tetapi juga menyimpan misteri peradaban sejak ratusan tahun silam. Bahkan diduga Dieng Plateau merupakan mata air peradaban bangsa Indonesia. Peninggalan sejarah berupa candi, menjadi bukti bahwa di tempat itu pernah berkembang sebuah peradaban yang sangat tinggi.
Wisata Dieng Plateau akan menyuguhkan sebuah pengalaman menarik karena Dieng Plateau menyimpan segudang potensi wisata yang tidak ada duanya di Indonesia. Potensi wisata alam di daerah pegunungan yang dipadukan dengan wisata budaya, sejarah, serta mistik. Selain obyek wisata alamnya yang beragam, di kawasan Dieng juga telah tersedia berbagai sarana wisata yang bisa manfaatkan sebagai wisata pendidikan, seperti: Dieng Plateau Theater, Museum Kailasa Dieng, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pos Pengamatan Gunung Api, Industri pengolahan buah Carica (buah khas Dieng Plateau), Pabrik penyulingan air mineral pertama di Indonesia (AQUA) dan Pabrik teh Tambi sebagai icon agrowisata Wonosobo.
Belum habis membicarakan potensi wisata Dieng Plateau, pemandian air panas bisa Anda manfaatkan untuk menghangatkan tubuh. Tak kalah menariknya, anak-anak Dieng yang berambut gembel merupakan fenomena sosial sekaligus mistis yang akan meninggalkan rasa penasaran. Satu lagi primadona baru wisata Dieng Plateau, Golden Sunrise – Silversunrise, sebuah fenomena alam yang tidak akan pernah Anda temukan selain di Dieng Plateau.
Hanya Dieng Plateau yang memadukan berbagai potensi wisata dalam satu wilayah. One stop travel! Dalam paket wisata Wieng Plateau. Tak salah jika di tempat yang di juluki sebagai bumi kahyangan atau negeri di atas awan serta daerah yang menyimpan 1001 keindahan ini, dipilih sebagai tempat rekreasi favorit untuk Anda, sekaligus sebagai tempat wisata yang menantang bagi para peneliti dan petualang, karena hanya ada satu Bumi Dihyang.
Rencanakan perjalanan wisata Anda ke Dieng Plateau. Kepuasan dan pengalaman yang tak akan pernah Anda dapatkan di tempat manapun!
Objek Wisata Dieng Plateau
Wisata Dieng Plateau - Gardu Pandang Tieng
Gardu Pandang Tieng adalah sebuah tempat istirahat (Rest Area) yang letaknya berada di sebelah kanan jalan, kurang lebih 6 kilo meter, sebelum memasuki kawasan wisata Dieng. Sebagaian besar wisatawan yang menuju ke kawasan wisata Dieng selalu menyempatkan diri untuk berhenti sejenak sambil melepas lelah. Dari tempat inilah perjalanan wisata Dieng Plateau di mulai. Di ketinggian 1.789 meter di atas permukaan laut ini anda bisa menikmati pemandangan alam Dieng yang indah dan mempesona dengan latar belakang Gunung Sindoro dan hamparan awan yang membentang di depan mata dengan posisi sejajar dengan pijakan kaki kita sehingga memberikan kesan bahwa seolah-olah kita benar-benar sedang berada di “NEGERI ATAS AWAN”. Dari tempat ini anda juga dapat menyaksikan matahari terbit yang pertama (Golden Sunrise) dengan warna kekuningan.Wisata Dieng Plateau - Tuk Bimo Lukar
Tepat sebelum memasuki kawasan Wisata Dieng dari arah Wonosobo, di sebelah kanan jalan terdapat mata air kuno yang bernama Tuk Bimo Lukar. Sumber mata air ini merupakan hulu dari sungai serayu. Jejak kekunaan nampak dari dua jaladwara (pancuran air) yang hingga kini masih bisa berfungsi.Tuk Bimolukar ini di yakini sebagai tempat bersuci sebelum memasuki kawasan Dieng. Akan tetapi penduduk sekitar juga memanfaatkan sumber mata air ini untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan air minum. Sungai yang bermuara di Samudera Hindia ini,melintasi lima daerah Kabupaten yaitu Wonosobo, Banjarnegara, Purbolinggo, Banyumas dan Cilacap.Dieng Plateau Theatre
Untuk menunjang daya tarik wisata alam dan budaya, di Dieng telah dibangaun Dieng Plateau Teater (DPT). Pusat intepretasi alam dan budaya Dieng ini telah dilengkapi dengan sarana audiovisual dan film documenter berdurasi 20 menit tentang keindahan alam dan keanekaragaman budaya Masyarakat Dieng serta aktifitas fulkanik gunung berapi yang ada di Dataran Tingggi Dieng. Tempat ini diresmikan oleh Presiden RI ke-6 (Susilo Bambang Yudoyono) pada tahun 2007.Wisata Dieng Plateau - Museum Kailasa Dieng
Untuk menyimpan temuan-temuan Arkeologi dan benda-benda bersejarah, serta mengenang kekayaan budaya setempat (Keseharian, mata pencaharian, kepercayaan, kesenian, tradisi) telah di bangun pula sebuah Museum yang di beri nama Museum Dieng Kailasa. Selain itu, di museum ini juga berisi artefak dan panil keterangan tentang alam (geologi, flora dan fauna). Sampai dengan saat ini, 22 naskah Jawa kuno bercerita tentang Dieng sebagai pusat kegiatan keagamaan. Di Museum ini anda bisa melacak peradaban hindu Jawa kuno pada abad ke-7 dan 8 masehi. Nama Kailasa di ambil dari nama salah satu Gunung, tempat tinggal Dewa Syiwa. Nama ini di ambil karena kepurbakalaan Dieng di warnai oleh pemujaan Dewa Syiwa, yang dapat di ketahui dari percandian maupun prasasti. Museum ini di resmikan oleh Menteri Pariwisata, Jero Wacik, pada tanggal 28 Juli 2008, sebagai potret Dieng masa lampau.Wisata Dieng Plateau - Telaga Warna
Lihat Foto Telaga Warna Dieng PlateauDi tempat ini terdapat dua Telaga yang saling berdekatan, yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang airnya bersih,bening dan berkilau seperti cermin. Dinamakan telaga Warna, karena permukaan airnya dapat berubah warna, mengikuti cahaya matahari , kadang Telaga ini berwarna biru,hijau, bahkan kadang berubah warna menjadi kekuning-kuningan. Paket wisata Dieng Plateau menyimpan pesona beberapa telaga lain selain Telaga Warna dan Telaga Pengilon yaitu Telaga Balekambang, Telaga Merdada, Telaga Cebong, Telaga Sumurup, Telaga Dringo, telaga Sewiwi dan Telaga Menjer.
Berada diketinggian lebih dari 2000 meter dpl menjadikan telaga warna terasa cukup dingin walaupun matahari tampak cerah bersinar. Yang menjadikannya berbeda dengan telaga lainnya yaitu warna air dari telaga yang sangat cantik. Kadang warna air di telaga ini dapat berwarna hijua, biru, kuning bahkan ungu.
Untuk mencapai lokasi ini kami membutuhkan waktu berjalan kaki selama 20 menit. Sebenarnya lokasi loket masih berada 50 meter dari lokasi masuk. Tetapi wisatawan sering memasuki kawasan ini melalui pintu belakang yang aksesnya lebih dekat menuju telaga.
Walaupun perjalanan ditemani oleh jajaran pohon pinus yang cukup rimbun, tapi Anda sudah dapat mengintip keelokan telaga itu dari jauh. Semakin mendekati telaga bau belerang mulai tercium. Ternyata memang terdapat sebuah bukit yang mengandung belerang didalamnya.
Menurut warga sekitar berbagai warna yang muncul di telaga ini konon diakibatkan oleh jatuhnya batu perhiasan seorang bangsawan ke dalam telaga. Akibatnya warna air di telaga ini menjadi beraneka ragam. Akan tetapi secara ilmiah warna-warna yang tampak dari telaga ini diakibatkan oleh adanya kandungan batu belerang di dalamnya. Ketika terkena matahari maka warna ini akan dibiaskan dan ditangkap oleh mata menjadi warna-warna seperti biru, hijau, kuning, hingga ungu.
Semakin mendekat Anda akan semakin takjub dengan warna air telaga yang begitu cantik. Pada saat itu air telaga berwarna biru, hijau toska, dan kuning keemasan. Dengan dikelilingi pegunungan yang hijau semakin mempercantik pemandangan di sekitar telaga warna ini. Menurut penjaga pintu untuk memperoleh view yang baik dapat dilihat dengan menaiki bukit yang berada di sebelah kiri.
Wisata Dieng Plateau - OASE Dieng
OASE (Obyek Wisata Air Telaga Sewiwi) merupakan obyek wisata baru di kawasan Dieng yang letaknya di sebelah kiri jalan menuju ke Desa Wisata Kepakisan, yang berjarak hanya 2 km dari Dataran Tinggi Dieng. Di obyek wisata ini telah di lengkapi dengan fasilitas wisata air berupa becak air, perahu dayung, kereta mini, pemancingan, kios cinderamata, jajanan Dieng dan beberapa selter/gazebo untuk bernaung dan beristirahat. Dengan tempat parkir yang luas dan untuk sementara bebas tiket masuk lokasi serta tempatnya yang berada di tepi jalan, tak salah jika anda membawa seluruh keluarga berekreasi ke tempat ini. Dijamin, anda pasti akan menemukan suasana yang berbeda. Bagi yang hobi memancing, tak perlu repot-repot membawa alat pancing dari rumah, karena sudah di sediakan oleh pengelola, cukup sewa Rp.5.000,- per joran selama 24 jam. Bagi yang ingin mencoba mainan seperti becak air, kereta mini dan lain-lain, anda cukup membeli tiket seharga Rp.2.000. Murah bukan?. Tak salah jika slogan kami adalah "Akses Mudah, Tarif Murah, Pemandangan Indah". Soal keamanan, anda tidak perlu khawatir karena di obyek tersebut telah di bentuk Unit Pertolongan Air (UPA), untuk berjaga-jaga dan siap memberikan pertolongan jika sewaktu-waktu ada kejadian yang tidak diinginkan.Wisata Dieng Plateau - Telaga Merdada
Telaga Merdada terletak di Desa Wisata Karangtengah Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Telaga merdada merupakan telaga terluas yang ada di Dataran Tinggi Dieng.Telaga ini memiliki luas 25 hektar dengan latar belakang perbukitan yang mengelilingi seluruh luasan telaga. Sementara di tepi-tepi telaga tampak berbagai jenis tanaman sayuran yang dikelola oleh masyarakat setempat, bahkan di telaga merdada ini juga tersimpan kekayaan berupa ikan-ikan air tawar yang sangat melimpah. Keindahan serta daya tarik yang ditawarkan di telaga merdada ini tidak hanya sampai di situ. Atraksi wisata naik perahu di puncak gunung bisa menjadi pengalaman tersendiri bagi pengunjung. Wisatawan bisa naik perahu mengelilingi telaga merdada hanya dengan tarip Rp.5.000,- per orang.Wisata Dieng Plateau - Pemandian Air Panas Bitingan
Membicarakan obyek wisata Dieng Plateau tak bisa lepas dari nama-nama candi dalam pewayangan, telaga warna-warni, gua-gua, sumur raksasa, beberapa kawah belerangnya dan suasana hawa dingin. Namun wisatawan tidak perlu khawatir kedinginan, karena telah ada obyek wisata sumber air panas. Tempatnya di Dukuh Bitingan, Desa Wisata Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Untuk menuju kesana kita harus menempuh perjalanan kurang lebih 4 Km dari Desa Wisata Kepakisan, melewati arah kawah Sileri. Perjalanan kesana dapat di tempuh dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4. Bahkan di tepi jalan menuju kesana dapat di lihat pemandangan beberapa sumur bor Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dengan pipa-pipa penghubung bak ular raksasa yang menghadirkan suasana lain dari perjalanan wisata itu. Mata air di pemandian tersebut tak seperti mata air hangat di tempat lain yang pada umunya keruh dan mengandung belerang. Namun mata air hangat di Dukuh Bitingan tersebut sangat jernih, hangat dan tak bau belerang, bahkan di yakini sebagaian masyarakat setempat, dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti gatal-gatal, reumatik, melancarkan peredaran darah, pegal linu dan kebugaran setelah seharian bekerja. Sebagaian penduduk memanfaatkan air hangat di salurkan melalui pipa-pipa ke rumah-rumah. Jadi jika anda mengunjungi air terjun Sirawe, meski termasuk di kawasan dataran tinggi Dieng yang berhawa dingin, tak perlu khawatir mandi kedinginanWisata Dieng Plateau - Air Terjun Sirawe
Pesona baru wisata Dieng, begitulah para pengunjung menjulukinya. Tempat wisata air terjun yang masih perawan ini berlokasi di Dukuh Bitingan, Desa Wisata Kepakisan tak jauh dari lokasi sumber air panas. Pesona air terjunnya tak kalah dengan obyek-obyek sejenis yang di temui selama ini. Di ketinggian kurang lebih 70 meter, muntahan air dari sungai rawe itu membentuk pancuran raksasa yang bercampur dengan kabut, sehingga menampilkan pemandangan yang benar-benar mempesona. Gumpalan kabut yang menempel di batu cadas itu tersapu air terjun, bak kain kelambu putih jika dilihat dari kejauhan. Setelah sampai di Dukuh Bitingan, kita harus melewati jalan yang di kanan kirinya banyak tumbuh tanaman carica (buah khas Dataran Tinggi Dieng), kemudian melalui jalan setapak menuju ke lokasi air terjun. Berjalan kaki menelusuri hutan,menuju obyek itu jika di nikmati merupakan perjalanan petualangan. Bagi kawula muda yang suka tantangan, asik banget buat lokasi trakking alias menyusuri hutan dengan jalan-jalan santai, sambil belajar mengenal alam dari flora dan fauna yang ada di hutan itu, sekaligus menikmati keindahan ciptaan-Nya. Jalan terjal naik turun dan berliku-liku, justru merupakan tantangan tersendiri bagi yang suka berpetualang.Wisata Dieng Plateau - Sumur Jalatunda
SUMUR JALATUNDA, Sumur Raksasa Diatas Pegunungan Dieng. Sebuah Nirwana di pulau jawa. Sumur Jalatunda adalah sebuah lubang bekas kepundan yang berasal dari letusan kawah yang terjadi ribuan tahun lalu. Saat ini bekas kepundan itu telah berisi air sehingga menyerupai sebuah sumur raksasa. Garis tengah dari sumur tersebut kurang lebih 90 meter dengan kedalaman sampai ratusan meter. Untuk menuju ke obyek wisata ini, pengunjung harus berjalan menyusuri anak tangga yang terbuat dari pasangan batu yang jumlahnya mencapai 257 buah. Obyek wisata ini berada di Desa Wisata Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, terletak di sebelah paling barat dari seluruh obyek wisata di kawasan Dieng.Ketika kaki ini melangkah, maju kedepan. Melihat Sumur Jalatunda dari kedekatan. Rasa kagum itu mulai menyelubungi, sebuah diameter besar dan air hijau di dalam sumur. Memang benar ini adalah sumur raksasa yang pernah ada.
Bayang bayang penasaran mengebu gebu, akan sebuah mitos melempar batu di Sumur Jalatunda. Mewujudkan impian dan menggapai angan yang dalam. Tetapi setelah batu terlempar tak kunjung sampai pada sebuah tujuan. Ini adalah pembatasan dalam sudut pandang yang nyata, melawan hasrat pada kenyataan tapi terhalang oleh ambisi itu sendiri.
SUMUR JALATUNDA, Sumur Raksasa Diatas Nirwana sebuah sajian langka, di dalamnya terdapat legenda legenda juga mitos mitos ajaib di pegunungan Dieng.
Konon Sumur Jalatunda memiliki kaitan erat dengan asal mula terjadinya candi Prambanan.
Alkisah pada zaman dahulu kala di Jawa Tengah terdapat dua kerajaan yang bertetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging adalah kerajaan yang subur dan makmur, dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana bernama Prabu Damar Maya. Prabu Damar Maya memiliki putra bernama Raden Bandung Bandawasa, seorang ksatria yang gagah perkasa dan sakti. Sedangkan kerajaan Baka dipimpin oleh raja denawa (raksasa) pemakan manusia yang kejam bernama Prabu Baka. Dalam memerintah kerajaannya, Prabu Baka dibantu oleh seorang Patih bernama Patih Gupala yang juga adalah raksasa. Akan tetapi meskipun berasal dari bangsa raksasa, Prabu Baka memiliki putri yang sangat cantik jelita bernama Rara Jonggrang. Prabu Baka berhasrat memperluas kerajaannya dan merebut kerajaan Pengging, karena itu bersama Patih Gupala mereka melatih balatentara dan menarik pajak dari rakyat untuk membiayai perang. Setelah persiapan matang, Prabu Baka beserta balatentaranya menyerbu kerajaan Pengging. Pertempuran hebat meletus di kerajaan Pengging antara tentara kerajaan Baka dan tentara kerajaan Pengging. Banyak korban jatuh dari kedua belah pihak. Akibat pertempuran ini rakyat Pengging menderita kelaparan, kehilangan harta benda, banyak diantara mereka yang tewas. Demi mengalahkan para penyerang, Prabu Damar Moyo mengirimkan putranya, Pangeran Bandung Bondowoso untuk bertempur melawan Prabu Baka. Pertempuran antara keduanya begitu hebat, dan berkat kesaktiannya Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka. Ketika Patih Gupolo mendengar kabar kematian junjungannya, ia segera melarikan diri mundur kembali ke kerajaan Baka.
Pangeran Bandung Bondowoso mengejar Patih Gupolo hingga kembali ke kerajaan Baka. Ketika Patih Gupolo tiba di Keraton Baka, ia segera melaporkan kabar kematian Prabu Baka kepada Putri Rara Jongrang. Mendengar kabar duka ini sang putri bersedih dan meratapi kematian ayahandanya. Setelah kerajaan Baka jatuh ke tangan balatentara Pengging, Pangeran Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam Keraton (istana) Baka. Ketika pertama kali melihat Putri Rara Jonggrang, seketika Bandung Bondowoso terpikat, terpesona kecantikan sang putri yang luar biasa. Saat itu juga Bandung Bondowoso jatuh cinta dan melamar Rara Jonggrang untuk menjadi istrinya. Akan tetapi sang putri menolak lamaran itu, tentu saja karena ia tidak mau menikahi pembunuh ayahandanya dan penjajah negaranya. Bandung Bondowoso terus membujuk dan memaksa agar sang putri bersedia dipersunting. Akhirnya Rara Jonggrang bersedia dinikahi oleh Bandung Bondowoso, tetapi sebelumnya ia mengajukan dua syarat yang mustahil untuk dikabulkan. Syarat pertama adalah ia meminta dibuatkan sumur yang dinamakan SUMUR JALATUNDA, syarat kedua adalah sang putri minta Bandung Bondowoso untuk membangun seribu candi untuknya.
Wisata Dieng Plateau - Sikunir
Lihat Foto Sunrise Sikunir Dieng PlateauSatu dari beberapa gunung yang mengelilingi dataran tinggi Dieng adalah gunung Sikunir yang memiliki ketinggian 2.350 M dpl. Tempat ini selalu menjadi prioritas utama bagi wisatawan mancanegara setelah komplek candi Arjuna, telaga warna dan kawah Sikidang.
Nama Gunung Sikunir mungkin belum sepopuler Gunung Merapi di Yogyakarta atau Gunung Bromo di Tengger. Satu dari sekian banyak gunung yang mengelilingi Dieng Plateau ini memiliki ketinggian 2350 meter dpl. Ada dua cara untuk mencapai puncak Sikunir yang berjarak 8 km dari Dataran Tinggi Dieng. Pilihan pertama adalah trekking dimana kita harus mulai pada jam 3 dini hari. Kondisi fisik dan berbagai perlengkapan lain harus benar-benar dipersiapkan bila memilih cara trekking ini. Berjalan kaki sambil menghirup udara segar dan menikmati langit cerah bertabur ribuan bintang terdengar cukup menarik dan menantang. Pilihan kedua adalah naik motor, baik motor sewaan ataupun menggunakan jasa ojek hingga ke desa Sembungan dan dilanjutkan dengan mendaki sejauh 800 meter. Bila tidak mau repot, anda bisa mengikuti paket-paket wisata yang tersedia.
Dari Desa Sembungan yang berada di ketinggian 2302 meter dpl, perjalanan dilanjutkan dengan mendaki jalan setapak licin yang diapit jurang dan hutan. Udara terasa sangat dingin, bahkan lebih dingin dari winter di Orange County California. Suhu udara di Orange County tidak pernah lebih dingin dari 4 derajat Celcius. Kecuali suhu di daerah pegunungan seperti Big Bear yang selalu diselimuti salju saat winter tentunya. Saat mendaki Sikunir, winter jacket dan sarung tangan terasa belum cukup untuk melindungi tubuh dari dinginnya angin yang menggigit. Ditambah lagi dengan jalan mendaki yang serasa tak kunjung sampai. Nafas mulai tersengal dan jantung serasa hendak berhenti berdetak.
Ketika sudah hampir putus asa, jalan tiba-tiba melandai. Wah, akhirnya berhasil juga sampai ke puncak. Pemandangan yang terhampar di depan sungguh sangat menakjubkan. Lembah yang masih gelap nun jauh di bawah sana nampak berkelap-kelip dengan lampu-lampu yang menyala di desa-desa kecil yang tersebar diantaranya. Gunung Sindoro berdiri kokoh di depan mata. Hamparan awan dan kabut di bawah memberikan kesan bahwa Anda benar-benar berada di negeri di atas awan. Bentangan langit cerah dengan ribuan bintang semakin menambah keindahan suasana. Bila cuaca cerah, dari puncak Sikunir ini akan terlihat Gunung Sindoro, Sumbing, Merbabu, Merapi dan Ungaran. Anda akan merasa seperti seorang dewa, berada di istananya yang tinggi menanti bangunnya sang mentari. Semburat jingga mulai terlihat di ufuk timur, menampilkan keindahan siluet Sindoro yang disusul dengan bayangan Gunung Merbabu, Sumbing, Ungaran, dan Merapi yang nampak mungil dengan kepulan asap tipisnya. Penat kaki akibat mendaki dan sakitnya dada yang tersengal-sengal langsung sirna.
Di tempat ini anda bisa menyaksikan matahari terbit yang terkenal dengan sebutan “Golden Sunrise”. Menyaksikan matahari terbit sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Namun berbeda dengan menanti bangunnya sang surya dari atas gunung Sikunir. Pemandangan yang terhampar di depan mata benar-benar sangat indah dan menakjubkan. Hamparan awan dan kabut yang sejajar dengan pijakan kaki kita, memberikan kesan bahwa seolah-olah kita benar-benar sedang berada di Negeri atas awan. Bentangan langit yang cerah dengan latar belakang gunung Sindoro dan Sumbing, serta pemukiman dengan rumah penduduk dan kelap-kelip lampu-lampu yang masih menyala nun jauh disana, semakin menambah indahnya suasana.
Wisata Dieng Plateau - Goa Jimat/Gua Upas
Gua Upas/Gua beracun, begitulah penduduk setempat menyebutnya. Adalah sebuah gua yang berbentuk sebuah cekungan, yang letaknya berada di sebelah Barat daya lereng gunung Pengamunamun, tepat di sebelah kanan jalan menuju obyek wisata Sumur Raksasa Jalatunda, sebelum memasuki Desa Wisata Pekasiran. Wisatawan hanya boleh menyaksikan gua ini dari jarak jauh, karena di larang untuk turun ke bawah ke lokasi gua. seorang turis dari Eropa telah meninggal dunia, sebab memaksa turun ke bawah mendekati lokasi gua. Pusara makamnya masih bisa di saksikant di pinggir sebelah kanan jalan tanjakan, menuju arah Desa Wisata Pekasiran.Wisata Dieng Plateau - Pertapan Mandalasari
Pempat ini letaknya di sebuah pulau kecil diantara Telaga warna dan telaga Pengilon. Ditempat yang suasana mistisnya masih sangat terasa ini terdapat 3 buah Gua yaitu Gua Semar, Gua Sumur dan Gua Jaran. Gua Semar adalah tempat yang sering digunakan orang-orang untuk melakukan meditasi (olah spiritual). Itu sebabnya tempat ini di namakan Pertapaan Mandalasari. Sedangkan di dalam Gua Sumur terdapat Mata Air suci yang oleh para pemeluk agama Hindu disebut "Tirta Perwitasari ", di lokasi inilah umat Hindu dari Bali sering mengadakan upacara ritual yang disebut Muspe/Mabakti atau Medhak Tirta.Wisata Dieng Plateau - Darmasala
Jejak budaya yang tidak kalah pentingnya adalah Darmasala yang letaknya masih berada di komplek Candi Arjuna. Darmasala terdiri dari ompak-ompak bekas bangunan yang diperkirakan sebagai pusat pendidikan dan asrama perguruan untuk menuntut ilmu, bagi pemeluk agama Hindu serta rumah singgah sebelum menghadap sang guru atau bagi para peziarah yang datang ke Dataran Tinggi Dieng. Sisa-sisa peradaban masa lampau itu masih dapat di saksikan di sebelah kiri dan kanan jalan setapak menuju komplek candi Arjuna, dari arah terminal Soeharto-whitlam.Wisata Dieng Plateau - Sendang Sedayu
Di sebelah Utara komplek Darmasala, terdapat 3 buah sumur kuno yang bernama sendang Sedayu/Sendang Maerokoco. Sumur ini berbentuk segi empat, dengan tumpukan batu yang tertata rapi di keempat sisinya. Tinggi permukaan airnya hanya satu meter dari permukaan tanah, dan airnya tak pernah kering, meski pada musim kemarau di daerah sekitarnya mengalami kekeringan. Air dari sumur ini biasa digunakan untuk keramas atau mencuci rambut bagi anak-anak yang berambut gembel, sebelum atraksi wisata budaya, tradisi cukur rambut gembel itu di laksanakan setiap setahun sekali. Sumur ini merupakan satu-satunya pertirtaan yang masih tersisa.Wisata Dieng Plateau - Gangsiran Aswotomo
Gangsiran Aswotomo di percaya sebagai saluran pembuangan air kuno yang di bangun sebelum candi. Saluran pembuangan yang berada di bawah tanah ini membentang dari arah komplek candi Arjuna menuju ke arah Barat Laut dengan kedalaman 5-7 meter dari permukaan tanah. Saluran ini berfungsi untuk mengeringkan air yang menggenangi Dataran Tinggi Dieng. Hingga kini, Bekas saluran pembuangan ini masih bisa kita saksikan.Wisata Dieng Plateau - PLTP Panas Bumi
Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang di kelola oleh PT.GEODIPA ENERGI di Dataran Tinggi Dieng, telah menambah lengkap, bahwa Dieng dapat di gunakan sebagai wisata pendidikan. Dimana sumber panas bumi yang sangat melimpah dan masih tersimpan di dalam perut bumi, diambil melalui beberapa titik pengeboran, kemudian uap panas (steam) yang keluar dari dalam perut bumi itu di salurkan dengan pipa-pipa besar bak ular raksasa menuju ke Power Plane. Didalam Power Plane inilah uap panas dimanfaatkan untuk mengggerakkan turbin/generator untuk di ubah menjadi tenaga listrik. Dari sinilah penduduk setempat memanfaatkan sumber tenaga listrik sebagai alat penerangan dan keperluan sehari-hari.Wisata Dieng Plateau - Watu Kelir
Watu Kelir merupakan tinggalan masa lalu berupa tumpukan batu persegi yang tertata rapi membentuk tanggul pada dinding bukit. Panjangnya mencapai 30 meter dengan tinggi 10 meter. Di Situs Watu Kelir ini masih dapat kita saksikan sebuah tangga naik menuju Siti Hinggil. Sedangkan Siti hinggil letaknya di atas Situs Watu Kelir. Siti dalam bahasa Jawa berarti “Tanah” dan hinggil berarti “Tinggi”. Selain memang berada di tempat yang tinggi, Siti Hinggil diartikan sebagai tanah yang di tinggikan atau di hormati. Dahulu di tempat ini pernah berdiri bangunan suci, tetapi sekarang sudah rata dengan tanah, terlihat dari batu-batu candi yang tersebar berserakan. Dari tempat ini, kita bisa menyaksikan inti Dieng, yang di tengahnya terdapat komplek Candi Arjuna.Wisata Dieng Plateau - Ondo Budo
Adalah sebuah jalan setapak yang tersusun dari batu dengan panjang mencapai 200 meter, yang pada jaman dahulu jalan setapak ini di pergunakan untuk jalan menuju Dataran Tinggi Dieng. Masyarakat setempat menyebutnya Ondo Budo. Hingga kini Ondo Budo masih di gunakan oleh penduduk sebagai jalan alternatif dari arah selatan menuju ke Dataran Tinggi Dieng. Tetapi sekarang wisatawan lebih banyak datang ke Dataran Tinggi Dieng dari arah sebelah Timur.Wisata Dieng Plateau - Pendopo Soeharto-Whitlem
Di Dataran Tinggi Dieng, mantan Presiden Soeharto meninggalkan banyak kisah menarik untuk di tilik, di balik sosok beliau sebagai Negarawan. Di sebelah timur komplek Candi Arjuna, adalah salah satu tempat yang bisa menceritakan kisah itu. Di salah satu obyek inilah Jenderal TNI Soeharto yang waktu itu masih menjabat sebagai Presiden, pernah melakukan pertemuan dengan perdana menteri Australia waktu itu, Mr.Gough Whitlam, pada tanggal 7 September 1974. Dalam pertemuan selama 15 menit itulah, Australia menyatakan dukungan atas kemungkinan integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia. Namun di gedung seluas 500 meter persegi tersebut sama sekali tidak menyiratkan kenangan akan Soeharto seperti foto-foto. Penegasan tentang adanya pertemuan itu haya di tunjukkan oleh lempengan batu marmer bertuliskan nama dua kepala pemerintahan, tanpa di sertai tanda tangan keduanya. Kini, gedung yang berdiri gagah tersebut diberi nama Pendopo Soeharto-Whitlam.Wisata Dieng Plateau - Pos Pengamatan Gunung Api Dieng
Pos Pengamatan Gunung Api ini di bawah naungan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pos ini bertugas memantau aktifitas gunung api yang ada di kawasan Dieng, karena aktifitas vulkanik gunung api yang ada di kawasan ini mempunyai karakteristik yang berbeda dengan gunung-gunung api yang ada di tempat lain. Misalnya, Jika di Gunung Merapi, selain material padat yang di keluarkan pada saat erupsi, juga mengeluarkan awan panas yang disebut wedus gembel, beda dengn Gunung Api yang ada di wilayah Dieng, selain material padat, juga mengeluarkan gas CO2 dengan konsentrasi yang cukup tinggi, (terutama di kawah Timbang, bukan kawasan/daerah wisata). Gas ini sangat berbahaya jika sudah melampaui ambang batas (>25% Volume), mengingat gas ini mempunyai sifat tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa. Selain memantau aktifitas vulkanik Gunung api di kawasan Dieng, juga untuk menekan seminimal mungkin kerugian harta benda bila terjadi bencana alam yang di akibatkan oleh aktifitas gunung api di daerah tersebut. Di pos ini telah dilengkapi dengan peralatan yang cukup modern dengan sistem komputerisasi. Tempat ini sangat cocok bila digunakan sebagai wisata pendidikan, sebagai sarana edukasi bagi pelajar maupun Mahasiswa.Wisata Dieng Plateau - Komplek Candi Arjuna
Lihat Foto Candi DiengBangunan berbentuk Candi yang masih tampak berdiri kokoh di Dataran Tinggi Dieng ini merupakan saksi bisu,bahwa disini pernah hadir komunitas sosial pemeluk Agama Hindu. Komplek candi arjuna merupakan candi hindu tertua di Jawa. Candi ini diperkirakan sudah mulai didirikan pada abad ke-8 M di zaman keemasan Dinasti Kalingga dan selesai pembangunannya pada abad ke-13 di zaman Wangsa Syailendra. Komplek Candi Arjuna terdiri dari dua deret candi yang saling berhadapan, deret sebelah timur secara berturut-turut adalah Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Sedangkan deret sebelah barat hanya tersisa 1 buah candi yaitu Candi Semar.Tidak jauh dari komplek ini juga terdapat Candi-Candi lain yaitu Candi Setyaki, Candi Gatut Kaca, Candi Bima dan Candi Dwarawati.
Wisata Dieng Plateau – Kawah Sikidang
Adalah sebuah Kawah yang airnya selalu mendidih dan menyemburkan gas yang beraroma belerang. Orang menjulukinya Kawah Sikidang. Disebut Sikidang karena semburannya selalu berpindah-pindah tempat, seolah melompat-lompat seperti Kijang yang sedang berlari. Kawah ini berbeda dengan kawah yang ada di pegunungan Jawa Barat maupun Jawa Timur. Disini Kawah tidak berada di puncak gunung, melainkan di daratan yang menyerupai sebuah sumur, sehingga wisatawan dapat menyaksikan aktifitas kawah ini dari jarak yang cukup dekat,bahkan sampai di bibir kawah.Kawah Sikidang memberikan nuansa lain pada wisata Dieng Plateau. Pemandangan alam segar berwarna hijau mendadak lenyap begitu memasuki kompleks kawah ini. Sejauh mata memandang, hanya hamparan tanah tandus dikelilingi perbukitan dengan kolam yang terus menerus mengepulkan asap nun jauh di ujung sana. Beberapa meter dari pintu masuk terdapat sebuah papan peringatan agar Anda berhati-hati dalam melangkah, serta larangan menyalakan api dan membuang puntung rokok.
Berjalan di kawah ini memang tidak boleh sembarangan. Witasawan pun harus melompat-lompat dan mencari tanah yang kering untuk menjejakkan kaki. Lubang-lubang bekas kawah terdapat dimana-mana. Di beberapa tempat terlihat tanah basah dengan air yang bergolak mendidih. Tanah-tanah ini berbahaya bila dipijak karena sangat rapuh dan mudah longsor. Bau belerang terasa sangat menyengat. Semakin jauh berjalan, baunya terasa semakin kuat dan menusuk hidung. Seorang wanita setengah baya berdiri di tengah padang tandus itu dengan mengenakan caping dan penutup hidung. Sebuah karung terhampar dengan bongkahan-bongkahan belerang ditata rapi diatasnya. Batu-batu itu dijual kepada para pengunjung sebagai souvenir khas Kawah Sikidang. Kawah ini memang masih menjadi surga bagi para penduduk yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan menambang batu belerang. Meskipun baunya sangat menyengat, namun uap yang mengandung belerang ini dipercaya berkhasiat untuk menghaluskan kulit dan menghilangkan jerawat.
Hampir di ujung kompleks ini, Kawah Sikidang bertahta. Sebuah kolam besar dengan air bercampur lumpur berwarna abu-abu yang terus menggelegak. Ujung kolam tidak terlihat karena pekatnya asap putih yang mengepul. Konon air dan lumpur ini memiliki suhu 98 derajat celcius, dan bahkan mungkin lebih. Pagar bambu dibangun mengelilingi kawah demi keselamatan para pengunjung. Namun demikian masih saja ada yang melanggar batas aman ini. Dulu ada seorang pengunjung yang nekat mengambil gambar dari bibir kawah terperosok kakinya dan jatuh. Ketika diangkat, kulit kakinya sudah meleleh dan tinggal tulang saja. Obyek wisata ini memang unik dan menarik, namun Anda harus selalu waspada mengingat kawah ini masih tergolong aktif.
Kawah Sikidang memiliki dapur magma di dalam perut bumi di bawahnya. Dapur magma ini menghasilkan panas dan energi dengan tekanan yang sangat kuat. Apabila tekanan ini mencapai puncaknya, maka akan terjadi letusan dan terbentuk sebuah kawah baru. Nama Sikidang diambil dari kata “kidang” yang berarti kijang. Keunikan kawah ini adalah kawah utamanya yang selalu berpindah, seolah meloncat mencari tempat baru. Lubang besar tepat di bagian depan kompleks adalah bekas kawah utama sebelum dia merasa "bosan" dan meloncat berpindah ke tempat lain. Bila beruntung Anda juga bisa menyaksikan beberapa orang penambang belerang yang sibuk mencari bongkahan-bongkahan belerang untuk dijual ke kota. Bila Anda adalah petualang yang ingin merasakan berdiri di atas periuk magma bumi, Kawah Sikidang adalah tempatnya. Namun ingat, hati-hati dalam melangkah dan jangan menyalakan api. Semoga beruntung...
Wisata Dieng Plateau - Kawah Candradimuka
Nama kawah ini sudah sangat terkenal karena ada hubungannya dengan cerita dalam pewayangan, yaitu kawah Candradimuka. Letaknya juga di sebelah paling barat dari seluruh obyek wisata yang ada di Dataran Tinggi Dieng di sebelah atasnya Sumur Raksasa Jalatunda, kurang lebih 6 kilo meter dari kawasan poros/Komplek Candi Arjuna. Tepatnya di Desa Wisata Pekasiran Kecamatan Batur dan masuk dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara. Tidak seperti kebanyakan kawah-kawah yang ada di kawasan Dieng, kawah ini tanpa henti menyemburkan gas dan uap panas yang disertai dengan suara gemuruh yang terdengar sampai di sekitar kawah. Meskipun demikian, karena lokasi kawah ini cukup terbuka, pengunjung bisa menyaksikan atraksi wisata yang cukup menarik ini dari jarak yang cukup dekat.Bagi masyarakat arti dari nama Candradimuka di ambil dari kata yaitu Candra : Bulan dan Muka : Wajah . Di area Kawah Candradimuka tersebut bagi siapa saja yang berkunjung ke kawah itu dapat melihat kepundan dari jarak yang paling dekat bibir kawah .
Kawah yang terbentuk dari aktifitas Gunung Api Pager Kandang ini mengeluarkan gas Solfatara dari rekahan tanah di sekitarnya dan merupakan kawah terunik sekaligus aman untuk di kunjungi.
Wisata Dieng Plateau - Kawah Sileri
Kepulan asap putih berbau belerang di kawah ini tak pernah berhenti, menambah panorama alam pegunungan Dieng semakin mempesona. Kawah yang terletak di Desa Kepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara ini menyerupai sebuah danau vulkanik dan merupakan kawah terluas yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Air dari kawah ini berwarna putih keabuan, seperti “Air Leri” (air dari bekas cucian beras), itu sebabnya kawah ini di namakan kawah Si-Leri. Sileri adalah sebuah kawah yang paling aktif dan paling berbahaya diantara kawah kawah lain di dataran tinggi dieng. Tercatat pada tahun 1944, 1964, 1984, 2003, dan 2009 Kawah sileri meledak yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan disekitarnya. Dari berbagai pengamatan ahli vulkanologi menyebutkan bahwa letusan di kawah sileri sebagai letusan periode duapuluh tahunan.Disamping bencana yang ditimbulkan, Kawah Sileri memiliki energi yang besar berupa tenaga panas bumi atau geotermal yang digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
Temperatur Kawah Sileri
Pada 6 September dan 23 September 2009, Suhu Kawah Sileri masing - masing terukur 70.5°C.27 September 2009 pukul 00:00:17 WIB, hasil pengukuran suhu telemetri dari sensor TLR di Kawah Sileri terukur 70°C.
27 September 2009 pukul 10:00 WIB, temperatur solfatara di Kawah Sileri yang diukur menunjukan 70°C.
Kawah Sileri, satu dari beberapa obyek wisata Dieng Plateau dengan fasilitas dalam kondisi yang cukup memperihatinkan. Kawah vulkanik yang terletak di Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ini memiliki akses jalan yang kurang terawat, banyak lubang di sepanjang jalan dari gapura masuk sampai ke lokasi. Fasilitas parkir kendaraan pun juga tidak memadai, kendaraan hanya diparkirkan di pinggir jalan begitu saja tanpa ada yang mengawasi. Ada perasaan was-was memang mengingat tempat parkir yang terletak di tepi jalan, lalu pengunjung harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuruni bukit sekitar 300 meter. Kendaraan tidak akan terlihat jika kita sudah mencapai area bibir kawah. Demi menjaga keamanan lebih baik mengunci kendaraan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Sepanjang perjalanan menuruni perbukitan menuju kawah, kita akan disuguhi pemandangan yang sedikit kurang mengenakkan. Pemandangan kamar mandi umum dalam kondisi rusak dengan "limbah" berwarna kekuningan yang berserakan di dekat pembuangan air. Entah limbah apa itu, saya sendiri kurang mengetahuinya. Tidak jauh dari kawah terdapat bangunan seperti pendopo yang digunakan sebagai gardu pandang untuk melihat pemandangan kawah. Bangunan ini juga tampak tidak terurus, genting-genting sudah beterbangan entah ke mana. Di sebelah gardu pandang tersebut terdapat sebuah papan peringatan agar pengunjung tetap waspada dan menjaga jarak dengan kawah. Oh iya, karena di sekitar kawah sering disinggahi oleh hewan ternak yang sedang mencari makan, maka hati-hati dengan "ranjau darat" yang bertebaran di rerumputan.
Walaupun masih minim dengan fasilitas pendukung, Kawah Sileri ini tetap menjadi alternatif obyek wisata yang wajib dikunjungi di Dataran Tinggi Dieng. Jalan setapak dari parkiran hingga bibir kawah sudah dibangun dengan baik. Pemandangan yang disuguhkan oleh kawah ini tak kalah cantik dengan pemandangan obyek wisata lain di Dieng. Hamparan kawah seluas kurang lebih dua hektar ini selalu tertutup oleh kepulan asap berwarna putih dengan bau belerang yang khas seolah tak pernah berhenti menyelimuti permukaan kawah. Pemberian nama Sileri sendiri konon diambil dari air kawah yang berwarna putih keabuan yang mirip dengan air leri (air dari cucian beras), sehingga akhirnya kawah tersebut diberi nama Kawah Sileri. Aliran air dari Kawah Sileri ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan perkebunan milik penduduk yang berada di sekitar kawah.
Di balik minimnya fasilitas yang ada, Kawah Sileri menyuguhan pemandangan alam yang menawan. Hamparan perbukitan hijau dengan pohon-pohon yang tumbuh subur serta hamparan perkebunan warga yang mengelilingi kawah akan memanjakan mata. Kondisi vegetasi di sekitar Kawah Sileri terlihat kontras memang jika dibandingkan dengan kondisi di sekitar Kawah Sikidang yang terlihat gersang. Di sekitar Kawah Sileri ini rerumputan dan pepohonan justru dapat tumbuh dengan subur. Di balik pesonanya, Kawah Sileri merupakan kawah paling berbahaya di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Pengunjung hanya diperbolehkan mengunjungi kawah ini maksimal sampai dengan pukul lima sore. Walaupun sudah diperingatkan, hal yang paling penting adalah kewaspadaan si pengunjung itu sendiri demi keselamatan diri.
Jika dilihat dari sisi yang berbeda, kesan tak terurus obyek wisata Kawah Sileri ini dapat menimbulkan kesan alami nan "liar". Akan lebih baik jika pemerintah beserta pihak-pihak terkait memperbaiki fasilitas di obyek wisata Kawah Sileri ini guna memberikan kenyamanan kepada wisatawan dan juga dapat meningkatkan jumlah kunjungan. Dalam sebuah manajemen pariwisata memang diperlukan sinergi hubungan antara pemerintah, masyarakat, serta wisatawan itu sendiri untuk menjaga fasilitas yang ada di obyek wisata.
Wisata Dieng Plateau - Kawah Sibanteng
Sibanteng adalah sebuah kawah yang terletak di Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara. letaknya berdekatan dengan Kawah Sikidang. Pada tanggal 15 Januari 2009 obyek wisata kawah Sibanteng sempat ditutup beberapa hari, karena terjadi letusan lumpur yang terdengar hingga 2 Km dan mengakibatkan rusaknya hutan milik Perhutani setempat.Letusan yang terjadi di Kawah Sibanteng terjadi akibat hujan deras yang kerap turun. letusan kawah Sibanteng terjadi sebanyak dua kali, yakni pada pukul 08.00 dan 08.30. Letusan itu termasuk jenis freatik bukan vulkanik. Diameter kawah yang semula kecil, yakni sekitar 1-2 meter, bertambah luas menjadi 50 meter.
Pada tahun 2003 bertepat di bulan Juli, kawah Sibanteng juga mengalami letusan yang sama. Hingga kini keberadaan Kawah Sibanteng dinyatakan Aktif.
Wisata Dieng Plateau - Kawah Sinila
Sinila adalah sebuah kawah yang berpotensi mengeluarkan gas beracun. pada tanggal 20 Februari 1979 pernah terjadi ledakan dahsyat di kawah sinila yang mengakibatkan 149 orang meninggal dunia karena terperangkap gas beracun.SPIRITUAL DIENG
Dieng, Kerajaannya para Dewata
Sumber : (http://www.tabloidpamor.com/berita-91-dieng-kerajaannya-para-dewata.html)
Diposting oleh : Suparjo
Dieng, yang berarti Edi tur Aengsi (tempat yang indah). Apalagi kalau dilihat dari puncak gunung, pemandangan dari sana terlihat sangat indah. Dieng juga berarti tempat para dewa. Menurut Ki Rusmanto(58), kuncen Pertapan Mandala Sari, yang di nobatkan oleh Eyang Begawan Sampurno Jati. Dieng adalah tempat bersemayamnya para dewa, dan sampai sekarang pun masih bersemayam disini. "Saya yakin bahwa para dewa masih bersemayam disini, pertapan ini adalah keratonnya para dewa," kata Ki Rusmanto. Keberadaan keramat-keramat di Gunung Dieng, memiliki kaitan erat dengan kekuasaan gaib Segoro Kidul. "Ibu Ratu Segoro Kidul memberikan Amanat pada para leluhur yang ditugaskan di Gunung Dieng," lanjutnya.
Perjalanan spiritual di keramat-keramat Gunung Dieng mengandung makna kehidupan, pelajaran-pelajaran hidup tersirat di dalamnya, tinggal bagaimana kita yang memaknai. Keramat-keramat di Gunung Dieng memiliki nilai pendidikan spiritual. Semua keramat di Gunung Dieng mengandung pendidikan spiritual, dimulai dari Bima Lukar yang merupakan sumber mata air Sungai Serayu, disini harus mandi jamas yang bertujuan untuk mengeluarkan "bronjong kamurkan" atau angkara murka. Membersihkan jiwa dan raga, ini dilakukan sebelum masuk ke Pertapan Mandala Sari.
Telaga Warna, yang melambangkan nafsu yaitu empat nafsu kalau orang Jawa menyebutnya sedulur papat, (amarah, aluamah, supiah dan mutmainah). Kelima pancer yang dianut dari empat saudara itu. Sehingga sedulur papat harus menyatu atau manunggal, jangan sampai pisah apalagi jalan sendiri-sendiri.
Lalu ada Gua Jaran, Jaran itu nafsu, jadi nafsu keempat tadi harus dikendalikan kearah yang putih. Ditempat itu jumeneng Eyang Resi Kendali Seto atau yang mengendalikan nafsu.
Telaga pengilon (cermin), manusia harus berkaca, introspeksi diri, jangan suka menyalahkan orang lain. Apakah kita sudah benar atau tidak? Kalau kita sudah benar pun juga tidak boleh mengatakan benar. Membenarkan diri adalah prilaku yang kurang baik.
Setelah itu baru bisa masuk ke Gua Semar, Gua berarti ghugu marang pitulungku, Semar ojo samar wong urip ono sing nguripi. Gusti Inkang Maha Suci Sumarah Purbange Sang Murbeng dzat, olo becik dadi sandangane alam mboten saget dirubah. Baik dan buruk adalah kelengkapan alam, tidak bisa dirubah tetapi tinggal bagaimana mengendalikannya. Jadi yang nafsu jelek itu bisa dikendalikan atau tidak.
Kemudian gua Sumur, disitu ada banyu panguripan (tirto kamandanu) bagi orang yang percaya pada warisan leluhur, air itu bisa bermanfaat untuk pengobatan, penglaris, dll," kata Ki Rusmanto.
Kawah Sikidang, kidang (rusa) itu jalannya lompat-lompat dan makannya pupus daun, memiliki magna bahwa cita-cita atau keinginan boleh setinggi langit tapi "Sumarah purbaning gusti, mupus panduming gusti" berserah pada Tuhan, karena semua kuasanya Gusti Alloh.
Makanya harus masuk Kawah Sileri yang magnanya, orang hidup tidak boleh melanggar wewelering (aturan) urip yang empat perkara. Melanggar wewelering rumah tangga. Melanggar wewelering masyarakat. Melanggar wewelering negara. Melanggar wewelering Gusti Inkang Maha Suci, Alloh SWT.
Setelah itu masuk Kawah Candradimuka, kalau semua di jalankan dengan baik, keinginan atau cita-cita ya jangan sampai di tunda-tunda. Condro iku wulan, muko iku ngarep yo ojo ditunda nganti wulan-wulan. Makanya ada Jala Tunda, keinginan yang baik jangan ditunda-tunda. "Apa yang diinginkan supaya cepat kesampaian dan tidak tertunda-tunda," kata Ki Rusmanto. Semua tatanan alam yang ada di Dieng mengandung nilai pendidikan spiritual yang harus dihayati semua umat berbudaya.
"Eyang Purbowaseso, yang menentukan diterima tidaknya permintaan ke para leluhur. Sebagai orang tua, harus memberikan wawasan untuk anak-anak supaya nanti dapat memahami dan mengetahui tatanan budaya Nusantara yang sebenarnya," pesannya. Sebab jaman akan berubah kembali lagi pada tatanan budaya. Nanti setelah tahun 2011, harus sudah berjalan tatanan budaya Nusantara, adat istiadat, budaya, warisan leluhur.
Bangsa Indonesia akan mengalami kejayaan apabila mau kembali pada tatanan budaya. Agama yang berbudaya itu tidak meninggalkan adat istiadat warisan leluhur. Silahkan beragama apapun yang disahkan oleh negara, tapi kebudayaan harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Perang gaib akan segera dimuali, kawulanya Ibu Ratu Kidul sudah mulai kerja, mengambil orang-orang jahat yang tidak kena jeratan hukum, dengan revolusi alam lewat karma pala. Setelah itu Indonesia akan mengalami kejayaan, Dunia akan berpaling ke Indonesia setelah Pancasila diamalkan oleh bangsa Indonesia secara murni dan konsekuen. Karena pancasila merupakan jatidiri bangsa warisan leluhur. //suparjo.
LIHAT FOTO DIENG PLATEAU
Klikhttp://fototanijogonegoro.blogspot.com/search/label/WISATA%20DIENG%20PLATEAU
Klikhttp://fototanijogonegoro.blogspot.com/search/label/WISATA%20DIENG%20PLATEAU
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar