Energi Hijau Energi Alternatif - Energi menjadi bagian penting kehidupan. Sayangnya, masih ada pandangan, pemahaman, dan perlakuan terhadap energi yang dipengaruhi oleh kesadaran terdalam yang "purbawi", yaitu naluri pemburu. Kita mencari, mengintip, dan menggali untuk menemukan dan mengangkat timbunan bekas-bekas fosil (minyak bumi dan batu bara), kemudian, sebagian besar dibakar. Kita memburu energi (energy-hunting), bukan membudidayakan energi ( energy-farming). Kita hidup dengan membiasakan diri terlena karena begitu mudah dan murahnya alam menyediakan bahan kebutuhan pokok penggerak kehidupan. Lupa, bahwa energi fosil yang terbentuk selama dua ratus juta tahun ternyata dihabiskan hanya selama dua ratus tahun saja. Di mana tanggung jawab kita terhadap mereka yang masih akan hidup di masa datang?
Membudidayakan energi (energy farming) berarti berpikir tentang sebuah alat yang mengumpulkan dan menyimpan energi matahari, tidak menghasilkan polusi, tidak ada biaya untuk membangun, dan dapat memperbarui dirinya sendiri (self sustainable) sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, membudidayakan energi berarti berpikir tentang tumbuhan hijau, berpikir tentang energi hijau (green energy). Bagaimana itu terjadi? Tumbuhan mengambil bahan mentah berupa air dari tanah dan karbon dioksida dari atmosfer, lalu mengubahnya menjadi oksigen dan gula menggunakan energi sinar matahari untuk memberi tenaga pada proses tersebut. Daun, batang, dan akarnya akan menyimpan energi kimia. Energi tersebut dilepas ketika tanaman dibakar, mati, membusuk, atau dimakan oleh hewan.
Pada jaman penjajahan Jepang (1942 - 1945), kita sering mendengar ada kewajiban bagi rakyat Indonesia menanam pohon jarak kepyar (Ricinus communis) untuk diambil minyaknya sebagai bahan bakar pelumas kendaraan perang dan pesawat terbang balatentara Dai Nippon. Saat itu sebagian besar pasokan bahan bakar ke Jepang bersumber dari sumur-sumur minyak bumi di Cina dan Indonesia. Namun, sebagai bagian dari taktik perang sekutu menghadapi Jepang, banyak sumur-sumur minyak bumi tersebut dibumihanguskan sebelumnya. Jepang yang datang belakangan tertim pa kesulitan mendapatkan jaminan pasokan BBM dan pelumas mesin. Karena itulah, Jepang mewajibkan warga pribumi menanam jarak kepyar untuk bahan baku BBM dan pelumas.
Sesungguhnya pergulatan manusia dalam mencari energi alternatif untuk bahan bakar kebutuhan sehari-hari, misalnya transportasi, sudah berlangsung lama. Seperti rintisan yang dilakukan penemu dan pencipta mesin diesel pertama, Rudolf Diesel, yang menjalankan mesin diesel pertama di dunia (1898) menggunakan minyak kacang (Arachis hipogaea) dan minyak ganja (Cannabis sativa). Herry Ford (1880-an) juga membuat mobil dengan merek Quadricycle yang dijalankan dengan alkohol. Sejak itu, Para peneliti tidak pernah berhenti bergulat mencari pengganti (substitusi) bahan bakar fosil. Pencarian terus dilakukan, mulai dari atas gunung hingga di dasar lautan. Namun, ada juga yang mencari tak jauh-jauh, yaitu di sawah dan ladang, tempat yang berlimpah energi biomassa (bahan organik). Seiring berjalannya waktu, energi biomassa kini bisa menjadi solusi berbagai keperluan manusia, seperti untuk menyediakan panas, membuat bahan bakar, dan membangkitkan listrik. lni biasa disebut bioenergi.
Oleh karena sifat-sifatnya, energi biomassa dikategorikan sebagai salah satu energi masa depan. Bukan saja karena bisa diperbarui (renewable), tetapi energi ini bersifat ramah lingkungan. Energi biomassa sering disebut sebagai BBM nabati karena bahan baku energi ini berasal dari berbagai tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, bahkan sampah. Berbeda dengan bahan bakar fosil, BBM hayati sifatnya dapat diperbarui, yaitu antara lain diadakan kembali dengan cara ditanam, dibudidayakan, atau diternakkan. Karena karakteristiknya itu, sepanjang masih ada energi dari sinar matahari, sepanjang manusia mau menanam, membudidayakan, dan menernakkannya, BBM hayati tidak akan pernah habis.
Biomassa atau bahan bakar bio memiliki bermacam-macam bentuk. Beberapa di antaranya adalah hasil panen, seperti willow coppie dan miscanthus (semacam rerumputan seperti bambu) yang ditanam khusus untuk diambil muatan energinya. Tanaman tersebut digunakan karena bisa tumbuh cepat dan dapat dipanen menggunakan perlengkapan pertanian yang dimodifikasi. Tanaman ini memiliki manfaat tambahan, yaitu dapat menyediakan habitat baru untuk suaka margasatwa. Bahan bakar bio yang lain adalah hasil sampingan dari pertanian dan kehutanan. Dengan pengolahan yang benar maka jerami, belahan kayu, sekam padi, serabut kelapa, sampah rumah tangga, dan kotoran ternak seperti kotoran ayam , bisa dijadikan sebagai bahan bakar bio.
Sering kali diingatkan, Indonesia sebagai negara agraris sebenarnya sangat kaya potensi energi terbarukan, salah satunya energi biomassa. Menurut data Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2001), potensinya mencapai 311.232 MW. Ironisnya, kurang dari 20% yang dimanfaatkan. Semua pihak terlena dengan harga BBM yang murah oleh subsidi pemerintah sehingga potensi tinggal potensi tanpa pernah digali. Sumber energi terbarukan yang tersedia cukup banyak, antara lain, bersumber dari tenaga air (hydro), panas bumi, energi cahaya, energi angin dan biomassa. Dari semua itu, potensi energi terbarukan dari biomassa masih menjadi anak tiri.
Bersumber dari produk samping sawit, penggilingan padi, kayu, plywood, pabrik gula, kakao dan limbah pertanian lain. Ironisnya, dari potensi yang besar itu Baru 302 MW atau 0,64% yang dimanfaatkan.
Kedua, pemanfaatan biomassa. Pemanfaatan gas biomassa skala kecil yang banyak diaplikasikan oleh masyarakat adalah pemanfaatan gas metana hasil fermentasi yang langsung dibakar untuk dimanfaatkan panasnya. Teknologi yang banyak dikenal adalah digester biogas. Pada skala yang lebih maju serta berskala besar dan massal, pemanfaatan gas biomassa dilakukan melalui sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari hidrogen, CO, dan metana).
Ketiga, konversi menjadi bahan bakar cair. Dua bahan bakar bio yang paling umum dari hasil proses ini adalah bioetanol dan biodiesel. Saat ini keduanya menjadi idola. Bioetanol merupakan alkohol yang dibuat dengan fermentasi biomassa. Fermentasi dapat dilakukan pada bahan berpati, misalnya singkong, biji jagung, biji sorgum, gandum, sagu, dan kentang; bahan bergula, di antaranya molases (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, nira gewang, dan nira lontar; dan bahan berselulosa, misalnya limbah pertanian berupa jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang, atau serbuk gergaji (grajen), limbah logging, dan lain-lain. Bioetanol paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar untuk mengurangi emisi karbon monoksida (CO) dan asap lainnya dari kendaraan. Biodiesel merupakan ester yang dibuat menggunakan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau bahkan minyak goreng bekas. Biodiesel dapat digunakan sebagai aditif diesel untuk mengurangi emisi kendaraan atau dalam bentuk murninya sebagai bahan bakar kendaraan.
Membudidayakan energi (energy farming) berarti berpikir tentang sebuah alat yang mengumpulkan dan menyimpan energi matahari, tidak menghasilkan polusi, tidak ada biaya untuk membangun, dan dapat memperbarui dirinya sendiri (self sustainable) sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, membudidayakan energi berarti berpikir tentang tumbuhan hijau, berpikir tentang energi hijau (green energy). Bagaimana itu terjadi? Tumbuhan mengambil bahan mentah berupa air dari tanah dan karbon dioksida dari atmosfer, lalu mengubahnya menjadi oksigen dan gula menggunakan energi sinar matahari untuk memberi tenaga pada proses tersebut. Daun, batang, dan akarnya akan menyimpan energi kimia. Energi tersebut dilepas ketika tanaman dibakar, mati, membusuk, atau dimakan oleh hewan.
Sumber Energi Alternatif
Dari sejarah diketahui, manusia telah menggunakan kayu dan material turunan biologisnya yang lain, biasa disebut biomassa, sebagai bahan bakar selama ribuan tahun lalu. Karena itu, sebetulnya bahan bakar minyak (BBM) nabati bukanlah hal Baru. Umur energi jenis ini setua dengan peradaban manusia sehingga BBM hayati bisa disebut sebagai "energi purba". Ketika manusia belum mengetahui bahwa di dalam perut bumi ada minyak, gas, dan batu bara, mereka sudah menggunakan bahan bakar hayati untuk keperluan sehari-hari. Misalnya, memasak atau membuat tungku pemanas dengan kayu yang dipetik dari tumbuhan atau membakar buah dan biji jarak pagar pada sumbu obor untuk penerangan di malam hari. Bisa juga membuat lilin dari lemak hewan, damar, atau membuat arang untuk menyetrika pakaian. Semua itu adalah "teknologi purba".Pada jaman penjajahan Jepang (1942 - 1945), kita sering mendengar ada kewajiban bagi rakyat Indonesia menanam pohon jarak kepyar (Ricinus communis) untuk diambil minyaknya sebagai bahan bakar pelumas kendaraan perang dan pesawat terbang balatentara Dai Nippon. Saat itu sebagian besar pasokan bahan bakar ke Jepang bersumber dari sumur-sumur minyak bumi di Cina dan Indonesia. Namun, sebagai bagian dari taktik perang sekutu menghadapi Jepang, banyak sumur-sumur minyak bumi tersebut dibumihanguskan sebelumnya. Jepang yang datang belakangan tertim pa kesulitan mendapatkan jaminan pasokan BBM dan pelumas mesin. Karena itulah, Jepang mewajibkan warga pribumi menanam jarak kepyar untuk bahan baku BBM dan pelumas.
Sesungguhnya pergulatan manusia dalam mencari energi alternatif untuk bahan bakar kebutuhan sehari-hari, misalnya transportasi, sudah berlangsung lama. Seperti rintisan yang dilakukan penemu dan pencipta mesin diesel pertama, Rudolf Diesel, yang menjalankan mesin diesel pertama di dunia (1898) menggunakan minyak kacang (Arachis hipogaea) dan minyak ganja (Cannabis sativa). Herry Ford (1880-an) juga membuat mobil dengan merek Quadricycle yang dijalankan dengan alkohol. Sejak itu, Para peneliti tidak pernah berhenti bergulat mencari pengganti (substitusi) bahan bakar fosil. Pencarian terus dilakukan, mulai dari atas gunung hingga di dasar lautan. Namun, ada juga yang mencari tak jauh-jauh, yaitu di sawah dan ladang, tempat yang berlimpah energi biomassa (bahan organik). Seiring berjalannya waktu, energi biomassa kini bisa menjadi solusi berbagai keperluan manusia, seperti untuk menyediakan panas, membuat bahan bakar, dan membangkitkan listrik. lni biasa disebut bioenergi.
Oleh karena sifat-sifatnya, energi biomassa dikategorikan sebagai salah satu energi masa depan. Bukan saja karena bisa diperbarui (renewable), tetapi energi ini bersifat ramah lingkungan. Energi biomassa sering disebut sebagai BBM nabati karena bahan baku energi ini berasal dari berbagai tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, bahkan sampah. Berbeda dengan bahan bakar fosil, BBM hayati sifatnya dapat diperbarui, yaitu antara lain diadakan kembali dengan cara ditanam, dibudidayakan, atau diternakkan. Karena karakteristiknya itu, sepanjang masih ada energi dari sinar matahari, sepanjang manusia mau menanam, membudidayakan, dan menernakkannya, BBM hayati tidak akan pernah habis.
Biomassa atau bahan bakar bio memiliki bermacam-macam bentuk. Beberapa di antaranya adalah hasil panen, seperti willow coppie dan miscanthus (semacam rerumputan seperti bambu) yang ditanam khusus untuk diambil muatan energinya. Tanaman tersebut digunakan karena bisa tumbuh cepat dan dapat dipanen menggunakan perlengkapan pertanian yang dimodifikasi. Tanaman ini memiliki manfaat tambahan, yaitu dapat menyediakan habitat baru untuk suaka margasatwa. Bahan bakar bio yang lain adalah hasil sampingan dari pertanian dan kehutanan. Dengan pengolahan yang benar maka jerami, belahan kayu, sekam padi, serabut kelapa, sampah rumah tangga, dan kotoran ternak seperti kotoran ayam , bisa dijadikan sebagai bahan bakar bio.
Sering kali diingatkan, Indonesia sebagai negara agraris sebenarnya sangat kaya potensi energi terbarukan, salah satunya energi biomassa. Menurut data Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2001), potensinya mencapai 311.232 MW. Ironisnya, kurang dari 20% yang dimanfaatkan. Semua pihak terlena dengan harga BBM yang murah oleh subsidi pemerintah sehingga potensi tinggal potensi tanpa pernah digali. Sumber energi terbarukan yang tersedia cukup banyak, antara lain, bersumber dari tenaga air (hydro), panas bumi, energi cahaya, energi angin dan biomassa. Dari semua itu, potensi energi terbarukan dari biomassa masih menjadi anak tiri.
Bersumber dari produk samping sawit, penggilingan padi, kayu, plywood, pabrik gula, kakao dan limbah pertanian lain. Ironisnya, dari potensi yang besar itu Baru 302 MW atau 0,64% yang dimanfaatkan.
Pemanfaatan Energi Alternatif
Untuk memanfaatkan energi biomassa atau energi bio, ada tiga cara yang amat populer. Pertama, pembakaran langsung (direct combustion) dalam bentuk pemanfaatan panas. Pemanfaatan panas biomassa dikenal sejak dulu, seperti pemanfaatan kayu bakar. Pemanfaatan yang cukup besar umumnya untuk menghasilkan uap pada pembangkitan listrik atau proses manufaktur. Dalam sistem pembangkit, kerja turbin biasanya memanfaatkan ekspansi uap bertekanan dan bertemperatur tinggi untuk menggerakkan generator. Pada industri kayu dan kertas, serpihan kayu terkadang langsung dimasukkan ke boiler agar menghasilkan uap untuk proses manufaktur atau menghangatkan ruangan. Beberapa sistem pembangkit berbahan bakar batu bara menggunakan biomassa sebagai sumber energi tambahan dalam boiler efisiensi tinggi untuk mengurangi emisi. Yang paling penting, ketika dibakar, bahan bakar bio tidak menghasilkan karbon dioksida yang lebih besar jika dibiarkan meluruh secara alami sehingga penggunaannya tidak memberikan sumbangan bersih pada pemanasan global atau efek rumah kaca.Kedua, pemanfaatan biomassa. Pemanfaatan gas biomassa skala kecil yang banyak diaplikasikan oleh masyarakat adalah pemanfaatan gas metana hasil fermentasi yang langsung dibakar untuk dimanfaatkan panasnya. Teknologi yang banyak dikenal adalah digester biogas. Pada skala yang lebih maju serta berskala besar dan massal, pemanfaatan gas biomassa dilakukan melalui sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari hidrogen, CO, dan metana).
Ketiga, konversi menjadi bahan bakar cair. Dua bahan bakar bio yang paling umum dari hasil proses ini adalah bioetanol dan biodiesel. Saat ini keduanya menjadi idola. Bioetanol merupakan alkohol yang dibuat dengan fermentasi biomassa. Fermentasi dapat dilakukan pada bahan berpati, misalnya singkong, biji jagung, biji sorgum, gandum, sagu, dan kentang; bahan bergula, di antaranya molases (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, nira gewang, dan nira lontar; dan bahan berselulosa, misalnya limbah pertanian berupa jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang, atau serbuk gergaji (grajen), limbah logging, dan lain-lain. Bioetanol paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar untuk mengurangi emisi karbon monoksida (CO) dan asap lainnya dari kendaraan. Biodiesel merupakan ester yang dibuat menggunakan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau bahkan minyak goreng bekas. Biodiesel dapat digunakan sebagai aditif diesel untuk mengurangi emisi kendaraan atau dalam bentuk murninya sebagai bahan bakar kendaraan.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar